Rabu, 20 Februari 2013

Gadis KKN dan KRS #1


Kami tiba di lokasi KKN hari Kamis pekan lalu, tepat di hari yang dielu-elukan sebagai hari kasih sayang. Tiga hari di desa ini kuhabiskan di dalam rumah, lebih sering di dalam kamar. Rasanya mau berkeliling desa, jadi kuputuskan akan segera ke kota, pulang ke rumah untuk mengambil motor. Desa ini memang tidak terlalu jauh dari kota atau rumahku yang tidak terlalu jauh dari desa, yang manapun boleh. 

Di hari Sabtu, 16 Februari, ada pesan singkat dari jarkom angkatan di kampus. Katanya tanggal 22 Februari adalah batas akhir pengurusan KRS untuk semester VIII. Ya, saya tahu pertanyaan yang kemudian muncul di pikiran kalian.
Pertanyaan pertama,  “Mengapa baru ikut KKN di semester VIII? Banyak nilai jelek kah? Pernah cuti kah?”, lalu pertanyaan kedua, “Bagaimana bisa ikut KKN sedangkan belum mengurus KRS?”
Errr… Baik, jawaban dari pertanyaan pertama, di UIN Alauddin Makassar, program KKN hanya ada sekali dalam setahun dan memang diprogramkan untuk mahasiswa semester VIII, atau semester VIII ke atas. Jawaban untuk pertanyaan kedua: itulah hebatnya kampusku. 

Teman-teman seposko KKN akan menggelar seminar desa, pemaparan program kerja kami, pada Selasa tanggal 19 Februari. Maka hari Senin sehari sebelumnya tentu akan menjadi hari yang pas untuk saya ke kota, membeli perlengkapan seminar, pulang ke rumah mengambil motor, ke kampus mengurus KRS lalu kembal ke posko KKN. Perfect plan, saya tertawa dalam hati dan melupakan bahwa hidup tidak pernah meloloskan rencana berjalan semudah itu.

Selasa, 19 Februari 2013

Catatan Gadis Tentang Seorang Mitra


Bukan “mitra” tapi sebut saja Mitra. Namanya memang Mitra. Konon nama itu diberikan ibunya dengan harapan si anak bisa punya  banyak teman. Mitra asli orang Berau, Kalimantan Timur. Posturnya oke, lebih tinggi dari saya, dan lebih ringan tentunya. Mitra seorang gadis manis dengan ekspresi minimalis, kukira. 

Tujuh semester lebih bersama Mitra—di kelas yang populasi mahasiswanya tiga puluh orang, atau kurang—bukan berarti saya cukup mengenalnya. Kelompok pertemanan pasti ada di kelas sekompak apapun. Namun ada saja kebetulan yang membuat kami bertemu lebih sering dari biasanya dan berbicara lebih banyak dari sebelumnya. Ada satu kebetulan di semester IV yang mendekatkan kami. Bukan kedekatan emosional, ya, dekat. Kami ada di kelompok yang sama. Tiap kelompok terdiri dari tujuh orang, dititipkan di sebuah rumah panggung—yang dikelilingi gunung dan hutan, selama 3 hari 2 malam, tanpa listrik, tanpa kamar mandi, dengan tiga ekor anjing di kolong rumah yang menggonggongi tiap tubuh yang lewat—di desa terpencil, Lalabata, Kabupaten Barru. Ini bukan survival game, hanya praktikum lapangan laboratorium Farmakognosi. Bertemu lebih sering tidak membuat kami lebih akrab atau mengenal lebih jauh. Dia masih gadis biasa dengan ekspresi minimalis yang kukira.

Semester VIII, tiba masa KKN reguler bagi angkatan kami, saya galau menunggu penempatan lokasi. Tempat seperti apa yang akan kudatangi? Teman-teman seperti apa yang kutemui? Hari-hari seperti apa yang akan kulalui? Saat pengumuman lokasi, kutemukan ada dua nama dari jurusan Farmasi yang ditempatkan di kabupaten Gowa,  kecamatan Barombong, Rizka Rahmadhani dan Mitra Pramini Rachmi. Wah, kebetulan sekali. Ada tujuh desa di kecamatan ini, tiap desa  akan menjadi posko KKN bagi delapan mahasiswa. Saya ditempatkan di desa Kanjilo dan Mitra di desa Tamanyeleng. Kebetulan yang mempertemukan saya dan Mitra berakhir, sampai keesokan harinya saat Mitra dipindahkan ke Desa Kanjilo karena sebab entah apa, saya rasa kami jodoh.

Saya dan Mitra akan tinggal satu atap, tidur di ranjang yang sama, menjalankan proker bersama sampai dua bulan kedepan. Hari ketiga KKN saya menyadari ada barang milik kami yang sama. Kami memilih merk dan jenis/ warna/ aroma yang sama mulai dari jilbab pastel, sabun untuk wajah, shampoo, hand body lotion, cologne, sampai deodorant. Seandainya dia lelaki saya pasti sudah yakin kami berjodoh. 
Sejumlah produk yang kugunakan sama dengan yang digunakan Mitra

Mitra seorang distancer, sama seperti saya. Tetiba saya ingat, saat study tour ke Jogja dua tahun lalu Mitra tidak ikut dengan rombongan, dia dijemput lelakinya, sama seperti saya. Flashback terus berlanjut, Mitra pernah menjadi finalis Farmasi Idol, suaranya bagus. Dia juga jago gambar, dan mahir menulis. Lihat saja novel lepasnya di Watt Pad yang sudah mencapai chapter 12 dan masi akan terus berlanjut. Cantik, cerdas, penuh bakat, digemari para nyamuk dari seluruh penjuru daerah. Mungkin suatu hari dia bisa memanfaatkan nyamuk yang mengerubunginya untuk dibuat menjadi peyek nyamuk, tentu akan menjadi alternatif selain peyek laron, cemilan yang menurutnya enak.

Tinggal bersama membuat saya mengetahui kebiasaan Mitra. Makannya sedikit. Sarapan hanya satu sendok nasi, makan siang separuh sendok nasi dengan banyak sayur, dan makan malam sayur saja. Tapi dia suka ngemil. Suka minum teh, suka kopi good day, dan permen ginger bon. Dua kesukaan terakhir sama persis dengan kesukaanku. Anak ini ternyata lumayan banyak bicara namun selalu salah menempatkan partikel mi, ji, pi, ka, dan mo, partikel khas Makassar. Tapi dia cablak, dan mudah tertawa. Tawanya keras sekali, saat tertawa matanya jadi tak terihat. Mitra menjadi mitra saya dalam piket cuci piring harian. Menggosok tumpukan piring dan panci jadi tidak begitu terasa karena Mitra seorang teman bergosip yang baik. Hhahaha.. Mitra, gadis manis dengan ekspresi.. ah, sudahlah.

Gaya rumahan ala gadis yang sedang KKN.